KETERGANTUNGAN MORFIN
KETERGANTUNGAN MORFIN
Candu atau opium adalah getah yang dikeringkan dan diperoleh dari tumbuhan Papaver somniferum (Lat.menyebabkan ngantuk). Morfin mengandung dua kelompok alkaloida yang secara kimiawi sangat berlainan. Kelompok fenantren meliputi morfin, kodein dan tebain kelompok kedua adalah isokonolin dengan struktur kimiawi dan khasiat amat berlaianan (antara lain non narkotik), yakni papaverin, noskapin(=narkotin) dan nersin.
Morfin berkhasiat analgetis sangat kuat, lagi pula memiliki banyak jenis kerja pusat lainya,antara lain sedatif dan hipnotis, menimbulkan euforia , menekan pernafasan dan menghilangkan refleks batuk, yang semuanya berdasarkan supresi susunan saraf pusat (SSP). Morfin juga menimbulkan efek stimulasi SSP,misalnya miosis(penciutan pupil mata),eksitasi dan konvulsi. Daya stimulasinya pada CTZ (Chemoreceptor Tringger Zone ) mengakibatkan mual muntah. Efek perifernya yang penting adalah obstipasi,retensi kemih dan pelepasan histamin yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh kulit dan gatal-gatal(urticaria).
• Potensi Morfin
Khasiat analgetik dari morfin oral 30-60mg dapat disamakan dengan dekstromoramida 5-10mg ,metadon 20mg, dekstropropoksifen 100mg ,tramadol 120mg, pentazosin 100 /180mg dan kodein 200mg.
Khasiat analgetik dari morfin subkutan/i.m adalah kurang lebih ekivalen dengan fentanil 0,1 mg ,heroin 5mg, metadon 10mg, nalbufin 10mg,petidin 75/100mg,pentazosin 30/60mg.
• Mekanisme Kerja Morfin
Bekerja dengan jalan menduduki reseptor-reseptor nyeri di SSP,hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioid berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorfin. Apabila analgetik digunakan terus-menerus ,pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi endofrin di ujun g saraf otak dirintangi,akibatnya terjadilah kebiasaan,ketagian dan ketergantungan.
• Penggunaan
Pada rasa nyeri hebat akut dan kronis (seperti pada kanker) ,seperti pasca bedah dan setelah infark jantung, juga pada fase terminal dari kanker. Banyak digunakan sebagai tablet retard untuk memperpanjang kerjanya .
Ada banyak penyakit yang disertai rasa nyeri yang terkenal adalah influenza dan kejang-kejang (pada otot atau organ) , artrose dan rema(pada sendi) dan migrain. Untuk gangguan-gangguan ini tersedian obat-obat khas seperti paracetamol, NSAID’s (Non Steroidal Anti Inflammatory Drug), sumatriptan.
Tetapi yang paling hebat dan mencemaskan adalah rasa sakit pada kanker ,walaupun hanya sebetulnya dua per tiga dari penderita yang mengalaminya. Begitu pula hanya 70% disebabkan langsung oleh penyakit ganas ini,di luar ini rasa sakit memiliki etiologi lain ,misalnya artritis.
Oleh karena itu prinsip untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit berupa penelitian dengan seksama penyebabnya ,obat-obat yang layak digunakan sesuai tangga analgetika dan memantaunya secara periodik untuk mendapatkan cara pengendalian rasa sakit yang optimal.
Tangga analgetika (tiga tingkat) . WHO telah menyusun suatu program penggunaan analgetika untuk nyeri hebat ,seperti pada kanker ,yang menggolongkan obat dalam tiga kelas yakni ;
Non apioida : NSAID’s,termasuk asetosal, kodein dan paracetamol.
Opioida lemah : d-profoksifen, tramadol dan kodein, atau kombinasi paracetamol dengan kodein.
Opioida kuat : morfin dan derivatnya (heroin) serta opioida sintesis.
Menurut program pengobatan ini pertama diberikan paracetamol bila efeknya kurang, maka kombinasi paracetamol dan kodein30-60mg. Baru jika langkanh kedua ini tidak menghasilkan analgesik yang memuaskan maka dapat diberikan opioid kuat. Pilihan pertama dalam hal ini adalah morfin (oral, subkutan, kontinu,intravena, epidural atau spinal).
Tujuan utama dari program ini adalah untuk menghindarkan resiko kibiasaan,ketergantungan,adiksi untuk opioida, bila diberikan sembarangan.
• Absorpsi
Morfin dari saluran pencernaan terjadi relatif lambat. Di samping itu menunjukann first-pass-effect yang menonjol. Mulai bekerjanya setelah 1-2jam dan bertahan sampai 7jam.Resorpsi dari supositoria umumnya sedikit lebih baik,secara s.c/i.v baik sekali.
• Metabolisme
Di dalam hati 70% dari morfin di metabolisasi melalui senyawa konyugasi dengan asam glukuronat menjadi morfin-3-glukuronida yang tidak aktif dan hanya sebagian kecil (3%) dari jumlah ini terbentuk morfin-6-glukuronida dengan daya analgetik lebih kuat dari morfin sendiri.
• Ekskresinya
Melalui kemih,empedu,dengan siklus enterohepatis dan tinja
• Antidota.
Digunakan antagonis morfin yakni nalokson. Nalokson dapat meniadakan semua khasiat morfin dan opioida lainnya, terutama depresi pernapasan tanpa mengurangi efek analgetiknya. Penekanan pernapasan dari obat-obat depresi SSP lain (barbital, siklopropan, eter) tidak ditiadakan, tetapi juga tidak diperkuat seperti halnya nalorfin. Sendirinya tidak bekerja agonistis (analgetik). Penggunaannya sebagai antidotum pada overdose opioida (dan barbital), pasca bedah untuk mengatasi depresi pernapasan oleh opioida. Atau, secara diagnostis untuk menentukan adiksi sebelum dimulai dengan penggunaan naltrexon.
Kinetik. Setelah injeksi i.v . sudah memberikan efek setelah 2 menit, yang bertahan 1-4 jam. Plasma t1/2 nya hanya 45-90 menit, lama kerjanya lebih singkat dari opioida, maka lazimnya perlu diulang beberapa kali.
Efek sampingnya dapat berupa tachycardia (setelah bedah jantung), jarang reaksi alergi dengan shock dan udema paru-paru.
Pada penangkalan efek opioida terlalu pesat dapat terjadi mual, muntah, berkeringat, pusing-pusing, hipertensi, tremor, serangan epilepsi dan berhenti jantung.
Dosis : pada overdose opioida intravena bermula 0.,4 mg, bila perlu diulang setiap 2-3 menit.
• Efek Samping
Morfin menimbulkan sejumlah besar efek yang tidak diinginkan, yaitu :
Supresi SSP : menekan pernafasan dan batuk ,miosis, hipotermia dan perubaahan suasana jiwa/mood. Akibat stimulasi langsung dari CTZ (Chemoreceptor Tringger Zone ) timbu mual dan muntah. Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan menurunya aktivitas mental dan motoris.
Saluran nafas : bronchokontriksi,pernafasan menjadi lebih dangkal dan frekuensinya menurun
Sistem sirkulasi: vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi hipotensi dan bradycary.
Saluran cerna : motilitas berkurang(obstifasi), kontraksi sfingter kandung empedu (kolik batu empedu), sekresi pankreas,usus dan empedu berkurang.
Saluran urogenital : retensi urine (karena naiknya tonus dari sfingter kandung kemih),motilitas uterus berkurang(waktu perrsalinan diperpanjang)
Histamin-liberator : urticaria dan gatal-gatal,karena menstimilasi pelepasan histamin.
Ketergantungan. Bila terapi dihentikan dapat terjadi gejala abstinenesi.
Kehamilan dan laktasi. Opioida dapat melintasi plasenta,tetepi boleh digunakan sampai beberapa waktu sebelum persalinan. Bila diminum terusmenerus,zat ini dapat merusak janin akibat depresi pernafasan dan memperlambat persalinan. Bayi dari ibu yang ketagihan menderita gejala abstinensi ,selama laktasi ibu dapat menggunakan opioida karena hanya sedikit terdapat dalam air susu ibu.
• Kebiasaan dan Ketergantungan
Ketergantungan (“drug dependence”) adalah suatu keadaan fisik dan atau psikis, yang diakibatkan oleh interaksi antara suatu makhluk hidup dan satu atau lebih obat.
Penggunaan untuk jangka waktu yang lama pada sebagaian pemakai menimbulkan kebiasaan dan ketergantungannya. Penyebabnya mungkin karena berkurangnya reresorpsi opioid atau perombakan/eliminasinya yg dipercepat ,atau karena penurunan kepekatan jaringan. Obat menjadi kurang efektif,sehingga memerlukan dosis yg lebih tinggi untuk mencapai efek semula. Peristiwa ini disebut toleransi (menurut responser) dan bercirikan pula bahwa dosis tinggi dapat lebih baik diterima tanpa menimbulkan efek intoksikasi.
Disamping ketergantungan fisik tersebut terdapat pula ketergantungan psikis, yaitu kebutuhan mental akan efek psikotrop (euphoria, rasa nyaman dan segar) yang dapat menjadi sangat kuat, hingga pasien seolah-olah terpaksa melanjutkan penggunaan obat.
Gejala abstinensi (withdrawal syndrome) selalu timbul bila penggunaan obat dihentikan dengan mendadak dan semula berupa menguap, berkeringat hebat dan air mata mengalir, tidur gelisah dan kedinginan. Lalu timbul muntah-muntah, diare, tachycardia, mydriasis (pupil membesar), tremor, kejang otot, peningkatan tensi, yang dapat disertai dengan reaksi psikis hebat (gelisah, mudah marah, kekhawatiran mati)
Efek-efek ini menjadi penyebab mengapa penderita yang sudah ketagihan sukar sekali menghentikan penggunaan opiat. Guna menghindari efek-efek tidak nyaman ini mereka terpaksa melanjutkan penggunaannya.
Ketergantungan fisik lazimnya sudah lenyap 2 minggu penggunaan obat dihentikan. Ketergantungan psikis sering kali sangat erat, maka pembebasan yang tuntas sukar sekali dicapai.
• Antagonis Morfin
Antagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek samping opioida tertentu tanpa mengurangi kerja analgetis nya. Yang paling terkenal adalah nalokson, naltrekson, dan nalorfin. Obat ini terutama digunakan pada overdose atau intoksikasi. Khasiat antagonis nya diperkirakan berdasarkan penggeseran opioida dari tempatnya di reseptor-reseptor otak. Antagonis morfin ini sendiri juga berkhasiat analgetik, tetapi tidak digunakan dalam terapi karena khasiatnya lemah dan efek samping tertentu mirip morfin (depresi pernapasan, reaksi psikotis)
• Dosis
Dosis tunggal pada pemberian parenteral 10-30mg dan pemberian oral 30-60mg
• Sediaan
Pulv . opii : 10% morfin
Pulv. Doveri : 1% morfin + rad. Ipecacuanhae + K2SO4
Acidov II : p. Doveri 150 mg + salamid 350 mg
Heroin (diamorfin, diasetilmorfin) adalah turunan semisintetik dengan kerja analgetik yang2 x lebih kuat, tetapi hebat sekali. Dengan alasan ini, heroin tidak digunakan lagi dalam terapi tetapi sangat disukai oleh para pecandu drugs. Kelarutannya dalam lipid lebih baik daripada morfin maka mulai bekerjanya juga lebih pesat bila diberikan perinjeksi
Ketergantungan dan toleransi zat adiktif
Ketergantungan Toleransi
Psikis
Fisik
*Psikodepresifa
Opioida kuat Kuat sedang
Benzodiazepin sedang Kuat lemah
Alkohol kuat Kuat kuat
Inhalansia sedang - sedang
*Psikostimulansia
Amfetamin kuat - kuat
Kokain kuat - -
Nikotin lemah Lemah lemah
Kafein lemah - lemah
*Halusinogen
LSD lemah - lemah
Psilocybin lemah - lemah
Kanabis lemah - -
Fensiklidin sedang Lemah sedang
Estacy sedang - sedang
KESIMPULAN
• Morfin adalah narkotika yang diolah dari pohon opium (Papaver somniferum). Morfin mengandung 2 kelompok alkaloida yang secara kimiawi sangat berlainan yaitu kelompok fenantren (morfin, codein, dan tebain) dan kelompok isokinolin (papaverin, noskapin, atau narkotin)
• Mekanisme kerja : bekerja dengan jalan menduduki reseptor-reseptor nyeri di SSP,hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioid berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorfin. Apabila analgetik digunakan terus-menerus ,pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi endofrin di ujung saraf otak dirintangi,akibatnya terjadilah kebiasaan,ketagian dan ketergantungan .
• Penggunaan khusus pada nyeri hebat akut dan kronis ,seperti pasca bedah dan setelah infark jantung, juga pada fase terminal dari kanker. Banyak digunakan sebagai tablet retrad untuk memperpanjang kerjanya.
• Absorpsi morfin dari saluran pencernaan terjadi relatif lambat. Di samping itu menunjukann first-pass-effect yang menonjol. Mulai bekerjanya setelah 1-2jam dan bertahan sampai 7jam.Resorpsi dari supositoria umumnya sedikit lebih baik,secara s.c/i.v baik sekali.
• Metabolisme di dalam hati 70% dari morfin di metabolisasi melalui senyawa konyugasi dengan asam glukuronat menjadi morfin-3-glukuronida yang tidak aktif dan hanya sebagian kecil (3%) dari jumlah ini terbentuk morfin-6-glukuronida dengan daya analgetik lebih kuat dari morfin sendiri.
• Ekskresinya . melalui kemih,empedu,dengan siklus enterohepatis dan tinja
• Antidota. Digunakan antagonis morfin yakni nalokson
• Efek samping.
Supresi SSP : menekan pernafasan,batuk ,hipotermia dan perubaahan suasana jiwa/mood
Saluran nafas : bronchokontriksi,pernafasan menjadi dangkal dan frekuensi menurun
Sistem sirkulasi: hipotensi
Saluran cerna : motilitas berkurang(obstifasi)
Saluran urogenital : retensi urine,motilitas uterus berkurang
Ketergantungan.
• Ketergantungan dibagi menjadi 2 :
Ketergantungan fisik .
Bercirikan gejala abstinensi,yaitu diawali dengan air mata mengallir,gelisah,mual,muntah,pupil membesar,hingga kejang otot,peningkatan tensi yg disertai reaksi psikis hebat(kekhawatiran mati). hal ini timbul bila penggunaan obat yang digunakan berulang kali di hentikan.
Ketergantungan psikis
Timbul karena berkurangnya resorpsi opioid atau perombakan/eliminasinya yg dipercepat ,atau karena penurunan kepekatan jaringan. Obat menjadi kurang efektif,sehingga memerlukan dosis yg lebih tinggi.
• Sediaan
Pulv . opii
Pulv. Doveri
Acidov II
Heroin
• Dosis
Dosis tunggal pada pemberian parenteral 10-30mg dan pemberian oral 30-60mg
Candu atau opium adalah getah yang dikeringkan dan diperoleh dari tumbuhan Papaver somniferum (Lat.menyebabkan ngantuk). Morfin mengandung dua kelompok alkaloida yang secara kimiawi sangat berlainan. Kelompok fenantren meliputi morfin, kodein dan tebain kelompok kedua adalah isokonolin dengan struktur kimiawi dan khasiat amat berlaianan (antara lain non narkotik), yakni papaverin, noskapin(=narkotin) dan nersin.
Morfin berkhasiat analgetis sangat kuat, lagi pula memiliki banyak jenis kerja pusat lainya,antara lain sedatif dan hipnotis, menimbulkan euforia , menekan pernafasan dan menghilangkan refleks batuk, yang semuanya berdasarkan supresi susunan saraf pusat (SSP). Morfin juga menimbulkan efek stimulasi SSP,misalnya miosis(penciutan pupil mata),eksitasi dan konvulsi. Daya stimulasinya pada CTZ (Chemoreceptor Tringger Zone ) mengakibatkan mual muntah. Efek perifernya yang penting adalah obstipasi,retensi kemih dan pelepasan histamin yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh kulit dan gatal-gatal(urticaria).
• Potensi Morfin
Khasiat analgetik dari morfin oral 30-60mg dapat disamakan dengan dekstromoramida 5-10mg ,metadon 20mg, dekstropropoksifen 100mg ,tramadol 120mg, pentazosin 100 /180mg dan kodein 200mg.
Khasiat analgetik dari morfin subkutan/i.m adalah kurang lebih ekivalen dengan fentanil 0,1 mg ,heroin 5mg, metadon 10mg, nalbufin 10mg,petidin 75/100mg,pentazosin 30/60mg.
• Mekanisme Kerja Morfin
Bekerja dengan jalan menduduki reseptor-reseptor nyeri di SSP,hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioid berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorfin. Apabila analgetik digunakan terus-menerus ,pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi endofrin di ujun g saraf otak dirintangi,akibatnya terjadilah kebiasaan,ketagian dan ketergantungan.
• Penggunaan
Pada rasa nyeri hebat akut dan kronis (seperti pada kanker) ,seperti pasca bedah dan setelah infark jantung, juga pada fase terminal dari kanker. Banyak digunakan sebagai tablet retard untuk memperpanjang kerjanya .
Ada banyak penyakit yang disertai rasa nyeri yang terkenal adalah influenza dan kejang-kejang (pada otot atau organ) , artrose dan rema(pada sendi) dan migrain. Untuk gangguan-gangguan ini tersedian obat-obat khas seperti paracetamol, NSAID’s (Non Steroidal Anti Inflammatory Drug), sumatriptan.
Tetapi yang paling hebat dan mencemaskan adalah rasa sakit pada kanker ,walaupun hanya sebetulnya dua per tiga dari penderita yang mengalaminya. Begitu pula hanya 70% disebabkan langsung oleh penyakit ganas ini,di luar ini rasa sakit memiliki etiologi lain ,misalnya artritis.
Oleh karena itu prinsip untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit berupa penelitian dengan seksama penyebabnya ,obat-obat yang layak digunakan sesuai tangga analgetika dan memantaunya secara periodik untuk mendapatkan cara pengendalian rasa sakit yang optimal.
Tangga analgetika (tiga tingkat) . WHO telah menyusun suatu program penggunaan analgetika untuk nyeri hebat ,seperti pada kanker ,yang menggolongkan obat dalam tiga kelas yakni ;
Non apioida : NSAID’s,termasuk asetosal, kodein dan paracetamol.
Opioida lemah : d-profoksifen, tramadol dan kodein, atau kombinasi paracetamol dengan kodein.
Opioida kuat : morfin dan derivatnya (heroin) serta opioida sintesis.
Menurut program pengobatan ini pertama diberikan paracetamol bila efeknya kurang, maka kombinasi paracetamol dan kodein30-60mg. Baru jika langkanh kedua ini tidak menghasilkan analgesik yang memuaskan maka dapat diberikan opioid kuat. Pilihan pertama dalam hal ini adalah morfin (oral, subkutan, kontinu,intravena, epidural atau spinal).
Tujuan utama dari program ini adalah untuk menghindarkan resiko kibiasaan,ketergantungan,adiksi untuk opioida, bila diberikan sembarangan.
• Absorpsi
Morfin dari saluran pencernaan terjadi relatif lambat. Di samping itu menunjukann first-pass-effect yang menonjol. Mulai bekerjanya setelah 1-2jam dan bertahan sampai 7jam.Resorpsi dari supositoria umumnya sedikit lebih baik,secara s.c/i.v baik sekali.
• Metabolisme
Di dalam hati 70% dari morfin di metabolisasi melalui senyawa konyugasi dengan asam glukuronat menjadi morfin-3-glukuronida yang tidak aktif dan hanya sebagian kecil (3%) dari jumlah ini terbentuk morfin-6-glukuronida dengan daya analgetik lebih kuat dari morfin sendiri.
• Ekskresinya
Melalui kemih,empedu,dengan siklus enterohepatis dan tinja
• Antidota.
Digunakan antagonis morfin yakni nalokson. Nalokson dapat meniadakan semua khasiat morfin dan opioida lainnya, terutama depresi pernapasan tanpa mengurangi efek analgetiknya. Penekanan pernapasan dari obat-obat depresi SSP lain (barbital, siklopropan, eter) tidak ditiadakan, tetapi juga tidak diperkuat seperti halnya nalorfin. Sendirinya tidak bekerja agonistis (analgetik). Penggunaannya sebagai antidotum pada overdose opioida (dan barbital), pasca bedah untuk mengatasi depresi pernapasan oleh opioida. Atau, secara diagnostis untuk menentukan adiksi sebelum dimulai dengan penggunaan naltrexon.
Kinetik. Setelah injeksi i.v . sudah memberikan efek setelah 2 menit, yang bertahan 1-4 jam. Plasma t1/2 nya hanya 45-90 menit, lama kerjanya lebih singkat dari opioida, maka lazimnya perlu diulang beberapa kali.
Efek sampingnya dapat berupa tachycardia (setelah bedah jantung), jarang reaksi alergi dengan shock dan udema paru-paru.
Pada penangkalan efek opioida terlalu pesat dapat terjadi mual, muntah, berkeringat, pusing-pusing, hipertensi, tremor, serangan epilepsi dan berhenti jantung.
Dosis : pada overdose opioida intravena bermula 0.,4 mg, bila perlu diulang setiap 2-3 menit.
• Efek Samping
Morfin menimbulkan sejumlah besar efek yang tidak diinginkan, yaitu :
Supresi SSP : menekan pernafasan dan batuk ,miosis, hipotermia dan perubaahan suasana jiwa/mood. Akibat stimulasi langsung dari CTZ (Chemoreceptor Tringger Zone ) timbu mual dan muntah. Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan menurunya aktivitas mental dan motoris.
Saluran nafas : bronchokontriksi,pernafasan menjadi lebih dangkal dan frekuensinya menurun
Sistem sirkulasi: vasodilatasi perifer, pada dosis tinggi hipotensi dan bradycary.
Saluran cerna : motilitas berkurang(obstifasi), kontraksi sfingter kandung empedu (kolik batu empedu), sekresi pankreas,usus dan empedu berkurang.
Saluran urogenital : retensi urine (karena naiknya tonus dari sfingter kandung kemih),motilitas uterus berkurang(waktu perrsalinan diperpanjang)
Histamin-liberator : urticaria dan gatal-gatal,karena menstimilasi pelepasan histamin.
Ketergantungan. Bila terapi dihentikan dapat terjadi gejala abstinenesi.
Kehamilan dan laktasi. Opioida dapat melintasi plasenta,tetepi boleh digunakan sampai beberapa waktu sebelum persalinan. Bila diminum terusmenerus,zat ini dapat merusak janin akibat depresi pernafasan dan memperlambat persalinan. Bayi dari ibu yang ketagihan menderita gejala abstinensi ,selama laktasi ibu dapat menggunakan opioida karena hanya sedikit terdapat dalam air susu ibu.
• Kebiasaan dan Ketergantungan
Ketergantungan (“drug dependence”) adalah suatu keadaan fisik dan atau psikis, yang diakibatkan oleh interaksi antara suatu makhluk hidup dan satu atau lebih obat.
Penggunaan untuk jangka waktu yang lama pada sebagaian pemakai menimbulkan kebiasaan dan ketergantungannya. Penyebabnya mungkin karena berkurangnya reresorpsi opioid atau perombakan/eliminasinya yg dipercepat ,atau karena penurunan kepekatan jaringan. Obat menjadi kurang efektif,sehingga memerlukan dosis yg lebih tinggi untuk mencapai efek semula. Peristiwa ini disebut toleransi (menurut responser) dan bercirikan pula bahwa dosis tinggi dapat lebih baik diterima tanpa menimbulkan efek intoksikasi.
Disamping ketergantungan fisik tersebut terdapat pula ketergantungan psikis, yaitu kebutuhan mental akan efek psikotrop (euphoria, rasa nyaman dan segar) yang dapat menjadi sangat kuat, hingga pasien seolah-olah terpaksa melanjutkan penggunaan obat.
Gejala abstinensi (withdrawal syndrome) selalu timbul bila penggunaan obat dihentikan dengan mendadak dan semula berupa menguap, berkeringat hebat dan air mata mengalir, tidur gelisah dan kedinginan. Lalu timbul muntah-muntah, diare, tachycardia, mydriasis (pupil membesar), tremor, kejang otot, peningkatan tensi, yang dapat disertai dengan reaksi psikis hebat (gelisah, mudah marah, kekhawatiran mati)
Efek-efek ini menjadi penyebab mengapa penderita yang sudah ketagihan sukar sekali menghentikan penggunaan opiat. Guna menghindari efek-efek tidak nyaman ini mereka terpaksa melanjutkan penggunaannya.
Ketergantungan fisik lazimnya sudah lenyap 2 minggu penggunaan obat dihentikan. Ketergantungan psikis sering kali sangat erat, maka pembebasan yang tuntas sukar sekali dicapai.
• Antagonis Morfin
Antagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek samping opioida tertentu tanpa mengurangi kerja analgetis nya. Yang paling terkenal adalah nalokson, naltrekson, dan nalorfin. Obat ini terutama digunakan pada overdose atau intoksikasi. Khasiat antagonis nya diperkirakan berdasarkan penggeseran opioida dari tempatnya di reseptor-reseptor otak. Antagonis morfin ini sendiri juga berkhasiat analgetik, tetapi tidak digunakan dalam terapi karena khasiatnya lemah dan efek samping tertentu mirip morfin (depresi pernapasan, reaksi psikotis)
• Dosis
Dosis tunggal pada pemberian parenteral 10-30mg dan pemberian oral 30-60mg
• Sediaan
Pulv . opii : 10% morfin
Pulv. Doveri : 1% morfin + rad. Ipecacuanhae + K2SO4
Acidov II : p. Doveri 150 mg + salamid 350 mg
Heroin (diamorfin, diasetilmorfin) adalah turunan semisintetik dengan kerja analgetik yang2 x lebih kuat, tetapi hebat sekali. Dengan alasan ini, heroin tidak digunakan lagi dalam terapi tetapi sangat disukai oleh para pecandu drugs. Kelarutannya dalam lipid lebih baik daripada morfin maka mulai bekerjanya juga lebih pesat bila diberikan perinjeksi
Ketergantungan dan toleransi zat adiktif
Ketergantungan Toleransi
Psikis
Fisik
*Psikodepresifa
Opioida kuat Kuat sedang
Benzodiazepin sedang Kuat lemah
Alkohol kuat Kuat kuat
Inhalansia sedang - sedang
*Psikostimulansia
Amfetamin kuat - kuat
Kokain kuat - -
Nikotin lemah Lemah lemah
Kafein lemah - lemah
*Halusinogen
LSD lemah - lemah
Psilocybin lemah - lemah
Kanabis lemah - -
Fensiklidin sedang Lemah sedang
Estacy sedang - sedang
KESIMPULAN
• Morfin adalah narkotika yang diolah dari pohon opium (Papaver somniferum). Morfin mengandung 2 kelompok alkaloida yang secara kimiawi sangat berlainan yaitu kelompok fenantren (morfin, codein, dan tebain) dan kelompok isokinolin (papaverin, noskapin, atau narkotin)
• Mekanisme kerja : bekerja dengan jalan menduduki reseptor-reseptor nyeri di SSP,hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioid berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorfin. Apabila analgetik digunakan terus-menerus ,pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan produksi endofrin di ujung saraf otak dirintangi,akibatnya terjadilah kebiasaan,ketagian dan ketergantungan .
• Penggunaan khusus pada nyeri hebat akut dan kronis ,seperti pasca bedah dan setelah infark jantung, juga pada fase terminal dari kanker. Banyak digunakan sebagai tablet retrad untuk memperpanjang kerjanya.
• Absorpsi morfin dari saluran pencernaan terjadi relatif lambat. Di samping itu menunjukann first-pass-effect yang menonjol. Mulai bekerjanya setelah 1-2jam dan bertahan sampai 7jam.Resorpsi dari supositoria umumnya sedikit lebih baik,secara s.c/i.v baik sekali.
• Metabolisme di dalam hati 70% dari morfin di metabolisasi melalui senyawa konyugasi dengan asam glukuronat menjadi morfin-3-glukuronida yang tidak aktif dan hanya sebagian kecil (3%) dari jumlah ini terbentuk morfin-6-glukuronida dengan daya analgetik lebih kuat dari morfin sendiri.
• Ekskresinya . melalui kemih,empedu,dengan siklus enterohepatis dan tinja
• Antidota. Digunakan antagonis morfin yakni nalokson
• Efek samping.
Supresi SSP : menekan pernafasan,batuk ,hipotermia dan perubaahan suasana jiwa/mood
Saluran nafas : bronchokontriksi,pernafasan menjadi dangkal dan frekuensi menurun
Sistem sirkulasi: hipotensi
Saluran cerna : motilitas berkurang(obstifasi)
Saluran urogenital : retensi urine,motilitas uterus berkurang
Ketergantungan.
• Ketergantungan dibagi menjadi 2 :
Ketergantungan fisik .
Bercirikan gejala abstinensi,yaitu diawali dengan air mata mengallir,gelisah,mual,muntah,pupil membesar,hingga kejang otot,peningkatan tensi yg disertai reaksi psikis hebat(kekhawatiran mati). hal ini timbul bila penggunaan obat yang digunakan berulang kali di hentikan.
Ketergantungan psikis
Timbul karena berkurangnya resorpsi opioid atau perombakan/eliminasinya yg dipercepat ,atau karena penurunan kepekatan jaringan. Obat menjadi kurang efektif,sehingga memerlukan dosis yg lebih tinggi.
• Sediaan
Pulv . opii
Pulv. Doveri
Acidov II
Heroin
• Dosis
Dosis tunggal pada pemberian parenteral 10-30mg dan pemberian oral 30-60mg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar